Sebab Babi Diharamkan dan kenapa diciptakan?
Apakah mungkin hewan
yang diharamkan punya fungsi kehidupan? Mungkinkah mereka punya tabiat
penciptaan yang berlawanan? Mereka di satu sisi haram karena punya dampak
negatif terhadap tubuh dan di sisi lain punya misi kehidupan yang mungkin saja
belum tersentuh oleh tangan dan pikiran manusia?
Hemat penulis, sebelum
terlalu jauh mengais rahasia-rahasia penciptaan mereka, pemerhati tema-tema
Qur’an diajak menelusuri hikmah-hikmah syariat yang telah mengharamkan mereka
untuk dijadikan sebagai bahan makanan.
Pada umumnya, Islam
mengharamkan daging hewan yang berkuku tajam, seperti: singa, harimau, macan,
ular, kucing, anjing, dan tikus. Tentunya, laboratorium syariat tidak
mengharamkan mereka kecuali ada sebab mendasar yang melatarbelakanginya.
Olehnya itu, wajar jika hal tersebut menjadi proyek ilmiah yang menunggu
sentuhan-sentuhan dunia sains.
Mereka seakan-akan berkata kepada para saintis: “aku haram dimakan karena aku berbahaya terhadap kelangsungan hidup kalian. Akan tetapi, apakah Anda telah menemukan hikmah-hikmah syariat yang telah menjadikan aku haram untuk kalian?“
Mereka seakan-akan berkata kepada para saintis: “aku haram dimakan karena aku berbahaya terhadap kelangsungan hidup kalian. Akan tetapi, apakah Anda telah menemukan hikmah-hikmah syariat yang telah menjadikan aku haram untuk kalian?“
Dokter Sulaeman Qûsh
berkata:
“Medis
modern melaporkan bahwa air liur, kotoran, darah, dan sel-sel tubuh hewan-hewan
ini mengandung virus yang mematikan, yaitu virus yang menyebabkan penyakit
anjing.”[[2]]
Jika demikian halnya
hewan-hewan tersebut, bagaimana dengan babi sendiri?
Manusia cinta kebersihan
dan jijik melihat kotoran. Setiap dari mereka punya fitrah penciptaan seperti
ini. Olehnya itu, bukan hanya Islam yang mengharamkan babi, tetapi juga
syariat-syariat terdahulu, seperti: Yahudi dan Nasrani.
Di dalam Taurat
dikatakan:
(هَذِهِ الْبَهَائِمُ
التَِّيْ تَأْكُلُوْنَهَا: البَقَرُ، وَالضَّأْنُ، وَالْمَعِزُ…، إِلاَّ هَذِهِ
فَلاَ تَأْكُلُوْهَا، مِمَّا يَجْتَرُّ وَمِمَّا يَشُقُّ الظِّلْفَ: الْجَمَلَ
وَالأَرْنَبَ وَالْوَبَرَ؛ لأَِنَّهَا تَجْتَرُّ، لَكِنَّهَا لاَ تَشُقُّ ظِلْفًا،
فَهِيَ نَجِسَةُ لَكُمْ. وَالْخِنْزِيْرُ، لأَِنَّهُ يَشُقُّ الظِّلْفَ، لَكِنَّهُ
لاّ يَجْتَرُّ، فَهُوَ نَجِسُ لَكُمْ، فَمِنْ لَحْمِهَا لاَ تَأْكُلُوْا
وَجُثَثِهَا لاَ تَلْمِسُوْا).
“Hewan-hewan
ini boleh kalian makan, seperti: sapi, domba, dan biri-biri…, kecuali
hewan-hewan ini janganlah engkau memakannya; hewan yang mengeluarkan makanan
dari perutnya kemudian dikunyah kembali dan yang kukunya terbelah dua, seperti
unta, kelinci dan wabar (kelinci yang berbulu tebal). mereka najis untuk kalian
karena tergolong spesies hewan yang mengunyah kembali makanan setelah
dikeluarkan dari perut mereka sendiri, meskipun kuku mereka tidak terbelah dua.
Demikian pula babi, ia najis untuk kalian karena kukunya terbelah, meski tidak
mengunyah kembali makanannya dari perut. Olehnya itu, jangan makan dagingnya
dan jangan pula menyentuh bangkainya!”[[3]]
Di Injil sendiri
mengatakan:
(وَكَانَ هُنَاكَ عِنْدَ
الْجِبَالِ قَطِيْعٌ كَبِيْرٌ مِنَ الْخَنَازِيْرِ يُرْعَى، فَطَلَبَ إِلَيْهِ
الشَّيَاطِيْنُ قَائِلِيْنَ: (أَرْسِلْنَا إِلَىْ الْخَنَازِيْرِ لِنَدْخُلَ
فِيْهَا)، فَأَذِنَ لَهُمْ يَسُوْعُ لِلْوَقْتِ، فَخَرَجَتْ الأَرْوَاحُ
النَّجِسَةُ، وَدَخَلَتْ فِيْ الْخَنَازِيْرِ).
“di
pegunungan sana ada sekelompok babi yang sedang digembala, maka setan pun
menginginkannya dan berkata: (izinkanlah kami bersemayam di babi-babi itu!)
Yesus pun kemudian mengizinkan mereka saat itu, sehingga ruh-ruh kotor keluar
dan bersemayam di tubuh babi-babi tersebut” [[4]]
Di tempat lain
diberitakan:
(لاَ تُعْطُوْا الْقُدْسَ
لِلْكِلاَبِ، وَلاَ تَطْرَحُوْا دُرَرَكُمْ قُدَّامَ الْخَنَازِيْرِ لِئَلاَّ
تَدُوْسُهَا بِأَرْجُلِهَا وَتَلْتَفِتَ فَتُمَزِّقَكُمْ).
“Jangan
berikan Al-Quds kepada anjing-anjing itu dan jangan pula meletakkan
berlian-berlian kalian di hadapan babi-babi itu supaya mereka tidak
menginjak-injaknya dan kembali mengoyak-oyak kalian.”[[5]]
Hemat penulis, meskipun
tidak secara eksplisit disebutkan pengharaman babi di Injil, tetapi karena ia
merupakan simbol kejahatan yang dilakoni oleh ruh-ruh jahat dan umat selain
umat Nasrani, maka ia pun dengan sendirinya mengajak fitrah mereka untuk menjauhinya.
Bukan hanya itu, di Injil sendiri terdapat beberapa teks yang menyatakan bahwa
Nabi Isa as. diutus untuk menyempurnakan syariat yang diemban Nabi Musa as… [[6]]
Dan karena pengharaman babi merupakan salah satu syariat Taurat, maka babi pun diharamkan terhadap mereka. Akan tetapi, mengapa di sana masih ada kaum yang membolehkan makan babi? Bukankah ini menyalahi syariat dan fitrah penciptaan mereka sendiri?
Dan karena pengharaman babi merupakan salah satu syariat Taurat, maka babi pun diharamkan terhadap mereka. Akan tetapi, mengapa di sana masih ada kaum yang membolehkan makan babi? Bukankah ini menyalahi syariat dan fitrah penciptaan mereka sendiri?
Dalam hal ini, Islam pun
mengharamkan babi. Ia dan syariat lain senantiasa memberikan perhatian penuh
terhadap kesehatan jasmani dan rohani manusia. Olehnya itu, semuanya sepakat
terhadap hukum ini.
Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا حَرَّمَ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ
لِغَيْرِ اللَّهِ
“Sesungguhnya
Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 173)
Jika ada yang bertanya:
“ada apa dengan babi? Mengapa semua syariat Allah mengharamkannya?”
Kepada Anda Ustadz
Muhammad Rasyid Ridha menjawab:
“salah
satu hikmah haramnya babi karena ia membawa virus berbahaya dan termasuk jenis
hewan yang menyukai kotoran. Kedokteran
modern telah membuktikan bahwa bahaya babi datang dari makanannya yang kotor,
sehingga di antaranya ada yang menjadi ulat, seperti: Trichinila Spiralis (الدُّوْدَةُ
اللُّوْلَبِيَّةُ أَوْ الْحَلْزُوْنِيَةٌ). Ulat ini menjangkiti babi dari
bangkai-bangkai tikus yang dilahapnya. Bukan hanya itu, daging babi sangat
sulit dicerna akibat gumpalan lemak di serak-serak daging tersebut. Olehnya
itu, perut terasa berat dan ingin muntah. Jika ia tidak dimuntahkan maka
penderita akan mencer…
Jika
Anda berkata: “Ayat al-An’am menegaskan bahwa sebab daging babi diharamkan
karena ia kotor. Apakah karena ia suka kotoran ataukah di tubuhnya terdapat
bahaya yang mengancam keselamatan jiwa?”
Ketahuilah!
Sesungguhnya kata (الرِّجْسُ), yang artinya: kotor, penamaan terhadap
segala sesuatu yang berbahaya dan menjijikkan, baik yang materinya nampak atau
secara maknawi saja. Olehnya itu, semua yang bernajis disebut (رِجْس) kotoran.
Dan pastinya, penamaan Surah al-An’am (الرِّجْسُ)terhadap babi memberi
indikasi kuat bahwa ia haram dimakan karena berbahaya dan menjijikkan.”[[7]]
dr. Sulaeman Qûsh
menegaskan pernyataan di atas pada laporannya berikut ini:
“babi
adalah binatang yang malas dan terlalu suka berhubungan intim. Ia tidak suka
cahaya matahari dan tidak punya semangat juang membela diri dari
musuh-musuhnya.
Dia
memakan semua makanan yang diberikan, bahkan kotorannya sendiri atau kotoran
manusia. Ia lebih suka menghabiskan hidupnya di tempat kotor dari tempat yang
bersih. Kerjanya makan dan tidur, serta tidak suka bepergian jauh. Jika
betinanya ditunggangi oleh jantan lain ia tidak menampakkan sedikit pun
kecemburuan dan amarah terhadapnya.
Babi
salah satu jenis hewan yang mengantongi pelbagai jenis virus yang mematikan. [[8]] Maka
dari itu, ia tidak layak dikonsumsi manusia.”[[9]]
Jika ada yang bertanya
dan berkata: “Anda telah menjelaskan panjang lebar hikmah pengharaman babi.
Sekarang, tolong beberkan makna-makna kehidupan di balik penciptaannya.”
Ustadz Nursi meletakkan
batu pijakan dan pondasi dalam masalah ini. Beliau berkata:
“Setiap
makhluk di semesta ini punya tugas masing-masing. Bukan hanya itu, setiap
partikel terkecil di kosmos ini punya fungsi tersendiri. Artinya, tidak ada
makhluk di alam ini kecuali punya misi yang mereka sedang jalani. Olehnya itu,
mereka adalah petugas Rabbânî yang menjalankan misi ketuhanan.”[[10]]
Berangkat dari sini,
penulis melihat, sesuai dengan apa yang telah dijelaskan di atas, bahwa babi
adalah Cleaning Service gratis yang membersihkan wajah bumi
dari pelbagai bentuk kotoran. Olehnya itu, dengan menyadari fitrah
penciptaannya, ia melahap kotorannya sendiri dan kotoran manusia. Andai saja
tahinya yang tercecer itu tidak dilahap kembali, maka siapa lagi yang akan
memungutnya? Kotoran, sampah, dan limbah manusia merupakan isu global yang
butuh penanganan serius dan belum terpecahkan sampai pada detik ini. Olehnya
itu, wahai mereka yang lalai! Sadar dan pujilah Allah yang membantu kalian
mengatasi masalah rumit tersebut! Babi itu tahu diri, bahkan ia ikut sibuk dan
turut andil mengentaskan polusi udara oleh ulah tangan kalian sendiri.
Di lain sisi, babi telah
menjadi cermin terhadap manifestasi keagungan Sang Maha Bersih, Maha Mengurus,
Menjaga keseimbangan kosmos, dan Maha Bijak. Ia mencerminkan sinar-sinar
ketauhidan yang terpadu. Ia merupakan ukiran-ukiran keagungan dan ketinggian
sifat-sifat Allah tersebut.
Hewan ini pun tidak
tinggal diam untuk melukiskan makna-makna kehidupan. Ia seperti menyapa Anda
dengan begitu lembutnya dan berkata: “wahai khalifah Allah! Janganlah
kalian menyerupai diriku! Jika aku malas kalian harus rajin, jika aku penakut
kalian harus pemberani, jika aku terlalu berlebihan melakukan hubungan intim
maka kalian wajib menempatkan nafsu sesuai dengan batasan-batasan syariat. Jika
kalian seperti ini maka niscaya kalian menjadi insan-insan Rabbânî. Akan
tetapi, jika kalian menyerupai diriku maka kalian lebih rendah dariku. Aku
menjalankan fungsi kehidupan dan ketauhidan dengan sempurna, tetapi kalian
lalai dan lupa diri oleh nafsu.”
Kemuliaan hewan ini
tidak terbatas sampai di sini, tetapi ia telah menjadi bahan baku celaan
Al-Qur’an terhadap bangsa Yahudi yang melanggar kehormatan hari Sabtu. [[11]]
Olehnya itu, mereka dilaknat Allah dengan menjadikan wujud mereka berwujud
monyet dan babi sebagaimana yang difirmankan ayat ini:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ هَلْ تَنْقِمُونَ مِنَّا إِلَّا أَنْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلُ وَأَنَّ أَكْثَرَكُمْ فَاسِقُونَ
(QS. Al-Maidah [5]: 59)
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik?"
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik?"
Di penghujung tulisan
singkat ini, saya mengajak pemerhati tema-tema keislaman menyuarakan kesimpulan
berikut ini:
“Sebenarnya
babi bukan ancaman bagi manusia. Bahaya yang datang darinya lahir dari ulah
tangan-tangan jahil. Mereka telah melanggar kesepakatan syariat-syariat Allah
yang mengharamkannya. Seandainya Anda tidak menyentuhnya maka ia pun dengan
sendirinya enggan menyakiti Anda. Akan tetapi, Anda sakit karena telah
mengabaikan aturan tersebut. Biarkan dia menjalankan misi kebersihan wajah dunia
yang diemban fitrahnya! Biarkan dia memancarkan kilau ketauhidan sebagai
manifestasi keagungan dan kemuliaan Zat-Nya yang Maha Bersih, memelihara,
menjaga, dan Maha Bijak! Biarkan mereka melantunkan tasbih ketauhidan dengan
membantu Anda menjaga kebersihan dan Jangan sekali-kali menyakiti mereka dengan
menyembelih dan memakannya! Anda patut dihukum karena melanggar larangan. Bukan
hanya itu, tapi Anda telah menghapus pahatan-pahatan ketauhidan dan renda-renda
kehidupan yang tengah dilakoninya. Hematnya, Hikmah-hikmah ini menghendaki babi
tercipta. Bukankah seribu satu kebaikan lebih diutamakan penciptaannya dari
satu keburukan yang belum pasti?”
Catatan
Kaki:
[1] Artikel ini jawaban
terhadap pertanyaan salah seorang pemerhati tema-tema keislaman di www.dakwatuna.com: “apa manfaat
babi ya? Soalnya itu jg jd pertanyaan sampai skrng sama anakku. belum terjawab
dengan ilmiah.”
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/12/17062/lalat-sehina-itukah-dia-atau-dia-lebih-mulia-dari-itu/#ixzz1gbVQfmFj
[2] dr. Sulaeman Qûsh, Hikmah
wa Asbâb Tahrîm Lahmul Khinzîr fi al-Ilmi wa ad-Dîn, kata pengantar
oleh: Muhammad Muhyiddin al-Ashfar, Dar al-Basyir, Cairo, hlm. 17
[3] Perjanjian
Lama, Kitab Bangsa Levi, Dar al-Kitab al-Muqaddas, Cairo, cet. 1,
2003, Ayat 11: 1-8
[4] Perjanjian Baru, Injil
Markus, Ayat 5: 11-13
[5] Perjanjian Baru, Injil
Matius, Ayat 7: 6
[6] Lihat: Ibid, Ayat:
5: 17-18
[7] Lihat: Tafsir
al-Manâr, vol. 6, hlm. 135-136
[8] Di dalam tubuh babi
terdapat aneka ragam cacing dan virus. Di antaranya:
1.
Fasciolepsis Buski (فاشيولبس بوسكي)
Jenis cacing ini tinggal
di perut babi dalam jangka waktu yang cukup lama. Ia keluar bersama dengan
kotoran dan menetap di genangan air. Jenis ini dapat menyebabkan gangguan alat
pencernaan, mencer, dan pembengkakan tubuh yang mengakibatkan kematian.
2. Round
Worms (الديدان المستديرة):
Cacing ini panjangnya
270 mm, ia disebut dengan ulat beracun karena dapat menjalar ke seluruh tubuh.
Di antara penyakit yang ditimbulkan: radang paru-paru, sesak nafas, alat
pencernaan tersumbat, dan radang pankreas.
3. Hook
Worms (الديدان الخطافية):
Cacing ini masuk ke
tubuh lewat pori-pori kulit. Ia dapat menyebabkan mencer yang disertai
pendarahan kuat sehingga stamina tubuh melemah, kulit berubah, tubuh
membengkak, dan lemah jantung.
4. Paragonimus (باراجونيميا):
Jenis ini hidup di
paru-paru babi. Ia dapat menyebabkan gangguan pernafasan bagi babi sendiri dan
obatnya belum ditemukan sampai pada saat sekarang. Di antara penyakit yang
ditimbulkan: gangguan pernapasan yang mengakibatkan batuk keras dan pendarahan
kuat di paru-paru.
5. Clonorchis
Sinensis (كلونوركس سيننسس):
Cacing ini hidup di
sekitar hati babi. Ia dapat menyebabkan gangguan hati, mencer, dan kematian
akibat kekurangan cairan.
6. Giganthorinchus (جايجا
نثورنكس):
Cacing ini hidup di alat
pencernaan babi dan dapat menyebabkan kekurangan darah dan gangguan alat
pencernaan. Yang demikian itu karena ia hidup di dinding alat pencernaan
manusia.
7. Trichinila
Spiralis (الدودة اللوبية أو الحلزونية):
Jenis cacing ini sulit
terdeteksi, tubuhnya sangat kecil. Ia hidup di daging babi dalam jangka waktu
yang cukup lama dan belum diketahui sampai pada saat sekarang derajat panas
yang mungkin dapat melumpuhkannya di saat dimasak. Di antara penyakit yang
ditimbulkan: rematik, anggota tubuh terasa nyeri, perih, dan lambat bergerak
sehingga ia tidak dapat bekerja keras. Ia dapat menyebabkan kematian jika
menyumbat saluran makanan yang menghubungkan antara perut dan dada. Di samping
itu, jika ia hidup di perut maka akan menimbulkan penyakit perut, mencer,
anggota tubuh melemah, dan pembengkakan di wajah dan mata.
8. Schistosoma
Japonicum (دودة البلهارسية الآسيوية):
Spesies ini sangat
berbahaya. Babi salah satu hewan yang memelihara cacing ini. Ia masuk ke tubuh
manusia lewat pori-pori dan menyusut ke darah dan paru-paru. Setiap ekor dari
mereka menghasilkan 20.000 telur tiap harinya yang setiap saat menjadi ancaman
berbahaya terhadap alat pencernaan, hati, dan otak. Ia dapat menimbulkan
pelbagai jenis penyakit yang dapat mengakibatkan lumpuh dan kematian.
[Lihat: dr. Sulaeman
Qûsh, Op. Cit. hlm. 24-30]
Hematnya, tsunami bahaya
babi bukan hal yang dapat ditutupi dan dipungkiri. Khususnya, pasca flu babi
(H1N1, atau H1N1/09) yang menggemparkan dunia pada tahun 2009. Virus ini
terdiri dari 5 jenis virus yang berbeda, yaitu: flu babi dan burung di Amerika
Timur, flu manusia, dan dua flu babi asal Asia dan Eropa. Yang jelasnya,
komplikasi virus-virus ini terjadi di tubuh babi. [Lihat: Prof. Dr. Sahar
Talaat, Liqâh Influensa al-Khanâzîr, published by: www.islamonline.net, 1430 H/2009 M, hlm.
8]
[9] Op. Cit, hlm.
18-19, dan lihat juga pernyataan Ustadz Nursi tentang bahaya daging dan lemak
babi di: Masâil ad-Daqîqah fil Ushûl wa al-Aqîdah, hlm. 69-70
[10] Bediuzzaman Said
Nursi, Haqâiq al-Ïmân, diterjemahkan ke bahasa Arab oleh:
Ustadz Qâshim ash-Shâlihî, Sözler Publications, cet. 5, 2009, hlm. 70
[11] Mereka diwajibkan
tinggal beribadah di rumah mereka pada hari tersebut dan tidak melakukan
kegiatan apapun seperti hari-hari sebelumnya. Namun, mereka tidak mematuhi
kewajiban itu dan meninggalkan rumah mereka menuju pesisir laut menangkap ikan
setelah air surut. Di antara penafsir ada juga yang mengatakan bahwa yang
dilaknat jadi monyet adalah bangsa Yahudi yang melanggar kehormatan hari Sabtu
dan yang dilaknat menjadi babi adalah mereka yang mengingkari kebenaran jamuan
(المائدة) Allah SWT terhadap Nabi Isa As. Yang turun langsung dari langit.
[Lihat: Tafsir Syekh Abi as-Suûd, vol. 2, hlm. 292]
SUMBER
SUMBER
Comments
Post a Comment